Penulis : Ello Aris
Penerbit : GagasMedia
Tahun Terbit : 2013
Cinta itu membingungkan.
Aku tidak pernah mengira akan jatuh cinta kepada
sosok dingin seperti kamu. Namun, semakin aku menyangkal, rasa itu malah
semakin kuat. Dengan sikap manismu yang angin-anginan, kamu mengombang-ambing
perasaanku seperti ombak. Sementara, dia hadir di antara aku dan tembok
tinggimu.
Akal sehatku tahu harus melangkah ke mana. Lalu,
apa yang mesti kulakukan bila hati malah menunjuk arah sebaliknya?
*
Awalnya, saya tidak menyangka jika “Spasi” adalah
novel remaja. Begitu mengamati cover-nya, saya baru ngeh dan penasaran saat si
tokoh cowok berdampingan dengan vespa putih (saya suka sama vespa soalnya).
“Spasi” bercerita tentang Denta, siswi SMA yang baru
pindah ke Ambon dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan Maluku yang jauh
dengan Pulau Jawa. Seperti remaja kebanyakan, Denta juga bergumul dengan
masalah-masalah di sekolah, terutama cinta. Dia kesengsem dengan seorang cowok
bernama Malabi. Ah, tampak klasik, kan? Tapi, bagaimana jika cerita ini
dituturkan dengan latar tempat yang jarang diambil penulis lain?
Sebelumnya, saya pernah membaca “Kei” karya Erni
Aladjai yang mengambil tempat di Maluku pada saat terjadi keruruhan tahun
’98-’99. Well, kendati saya sudah mengenal sepotong Indonesia Timur dari karya
Erni, “Spasi” tetap memberi pengetahuan baru. Bagaimana Ello Aris menyisipkan
kosakata dalam bahasa daerah setempat (sambil membayangkan aksennya yang unik),
mengenalkan saya dengan tempat-tempat wisata di sana dan, tentunya, kuliner
khas Maluku: papeda. Terlebih lagi, papeda dalam novel ini bukan hanya
berfungsi sebagai makanan, tapi juga panggilan sayang (sila dipraktikan).
Namun, saya agak bosan karena cerita terus disorot
dari kehidupan Denta. Padahal, “Spasi” menggunakan sudut pandang orang ketiga
yang bisa mengeksplorasi plot dari berbagai tokoh. Mungkin “Spasi” akan lebih
menarik jika diambil dari sudut pandang orang kesatu (Denta), jadi pembaca akan
ikut larut dalam perasaannya.
Rate: 3/5. Tahun ini cukup menggembirakan karena
beberapa penulis Indonesia mulai mengangkat tema kearifan lokal. Salah satunya
Ello Aris dengan “Spasi”.
Selamat mencari ‘papeda’mu,
erl.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar