Jumat, 03 Januari 2014

[Review] Dance for Two, Tyas Effendi


Penulis : Tyas Effendi
Penerbit : GagasMedia
Tahun Terbit : 2013


Dear editor,

Saya terjebak dalam cerita yang saya mulai sendiri. Saya selalu membiarkanmu mengacaukan kata-kata yang sudah saya urutkan, membiarkanmu memenggal kepala huruf-huruf yang sudah berbaris rapi itu. Saya pun menikmati setiap cara yang saya lakukan untuk merangkainya kembali, lalu menyusunnya menjadi mozaik baru yang kamu suka.

Ini tentangmu, percayalah. Bagian mana dari dirimu yang tidak saya tahu? Tak ada satu celah pun yang terlewat; setiap potong kehidupanmu adalah gambaran paling jelas yang tersimpan dalam benak saya. Setiap langkahmu adalah jejak tanpa putus yang tercetak di atas peta saya.

Saya tidak ingin selamanya menjadi rahasia. Saya hidupkan kamu dalam cerita.

*

Saya menuntaskan “Dance for Two” tadi pagi, setelah sukses terpotong karena ketiduran malam sebelumnya. Omong-omong, ini kali pertama saya membaca karya Tyas Effendi dan sangat menikmatinya.

“Dance for Two” mengambil topik yang–mungkin sebagian besar orang bilang–klise: pengagum rahasia. Namun, Tyas meramunya menjadi sesuatu yang baru dan terasa amat personal (setidaknya buat saya). Dengan latar tempat yang jarang diambil penulis lain, Denmark, Tyas membawa kita pada cerita Caja dan Albizia.

Dituturkan dari sudut pandang kedua tokoh utama membuat saya tidak cepat bosan karena dapat merasakan pengalaman Caja dan Albizia. Bagaimana apiknya Caja memendam perasaan selama bertahun-tahun dan Albizia yang ternyata sulit beranjak dari masa lalunya. Selain itu, tokoh-tokoh pembantu–Freja, Hagen, Nikolaj, dan yang lain–digambarkan amat hidup dan sanggup meramaikan cerita.

Sayangnya, entah kenapa, saya kurang menikmati dialog beberapa para tokoh. Ada kata-kata tak baku tampak tidak pas diselipkan dalam dialog yang berasal dari orang tua. Jadi terasa seragam semua. Syukurlah, penokohan tiap karakternya cukup kuat, jadi tidak membuatnya tertukar-tukar. Belum lagi, ‘sejarah’ nama Albizia yang membuat saya kagum.

Rate: 3.5/5. Mengesankan. Bahkan setelah membaca “Dance for Two”, saya sempat browsing roti danish dan kesengsem dengan Nikolaj.

Selamat menari dengan para angsa.


erl.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar