Penulis : Anggun Prameswari
Penerbit : GagasMedia
Tahun Terbit : 2013
Mungkin aku dibutakan oleh cinta, sebab akalku dikacaukan olehmu.
Seberapa banyak pun aku meminta, kau takkan memilihku.
Ini yang kau sebut cinta?
Menunggumu bukan pilihan.
Dan
jika ternyata dia yang ada di sana, sama-sama menanggung keping-keping hati
yang berhamburan,
saat kami saling menyembuhkan–salahkah itu?
*
Saya sudah akrab dengan
nama Anggun Prameswari dari beberapa cerita pendeknya. Jadi, begitu cover–dari
cover-nya, dong–”After Rain” rilis, saya penasaran pengin baca (sekaligus
iri–the cover is one of the sweetest ones).
“After Rain”–saya suka hujan.
Sebelumnya, ada Windry Ramadhina yang membuat saya ‘kehujanan’ (baca: gundah
gulana) di novel “LONDON: Angel”. Ternyata, Anggun juga melakukan hal yang
sama… dengan cara yang berbeda, tentunya.
Dituturkan dari sudut
pandang orang kesatu, “After Rain” membawa saya hanyut bersama kisah Serenade
Senja (Seren) dan hubungannya dengan Bara yang, err, terlarang. Seren pada
awalnya berusaha mempertahankan jalinan asmara mereka. Namun, semakin lama
Seren kian tersiksa. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Si Gunung Es, Elang.
Sampai situ aja, nanti
jadi spoiler.
Saya sangat, sangat
menikmati “After Rain” dan hanya butuh waktu kurang dari sehari untuk
menuntaskannya. Sayangnya, masih ada beberapa kesalahan ketik, plus kata-kata
rancu seperti yang saya temukan di halaman 42: ‘tubuhku kami’. Maksudnya
mungkin ‘tubuh kami’, ya? Tapi, gangguan kecil tadi tidak menurunkan mood saya
untuk terus membaca.
Rate: 4.5/5. Kudos, Anggun Prameswari. Jangan tanya selumer apa
saya waktu membayangkan Elang menyanyikan lagu Secondhand Serenade.
erl.
@erlinberlin13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar