Judul :
Notasi
Penulis :
Morra Quatro
Penerbit :
GagasMedia
Tebal :
294 halaman
Harga :
Rp 43.000,-
Sinopsis:
Rasanya, sudah lama sekali sejak aku dan dia melihat
pelangi di langit utara Pogung.
Namun, kembali ke kota ini, seperti menyeruakkan semua
ingatan tentangnya; tentang janji yang terucap seiring jemari kami bertautan.
Segera setelah semuanya berakhir, aku pasti akan
menghubungimu lagi.
Itulah yang dikatakannya sebelum dia pergi.
Dan aku mendekap erat-erat kata-kata itu, menanti
dalam harap.
Namun, yang datang padaku hanyalah surat-surat tanpa
alamat darinya.
Kini, di tempat yang sama, aku mengurai kembali
kenangan-kenangan itu....
Cuap-Cuap:
Morra
Quatro wrote actually one of my favorite books, Notasi. And she was really a
genius! Gue udah baca buku ini beberapa bulan
lalu dan merasa masih ada beberapa bagian yang belom gue pahami, jadi ketika
gue punya waktu luang kayak sekarang ini, gue memutuskan untuk baca ulang
bukunya. Dan kali ini gue ga akan ragu untuk memberikan nilai sempurna buat
buku ini.
Anyway,
let me tell you about my opinion when I see this book for first time. Ketika buku ini dipromosiin di twitter GagasMedia, gue
ga tertarik sama sekali untuk membeli buku ini, alesannya karena menurut gue
covernya menandakan kesuraman (so sorry) dan gue masih asing
dengan nama Morra Quatro. Dan di saat di Gramedia, saat gue dan Nona (jeng Lau
lo ikut ga ya pas ini, lupa gue) menjaring buku-buku yang akan kita beli, she
found this book. Guess what she said, ini buku tentang orang
PHP karena sinopsisnya menggambarkan seperti itu sih. Gara-gara dia nunjukkin
buku itu ke gue, gue malah jadi tertarik cuma karena duit gue kurang, gue nahan
diri buat ga beli buku itu dulu. Baru besoknya pas ke Gramedia, gue beli ini
buku. Setelah gue beli, buku ini sempet gue timbun dengan lama dan saat baca,
gue nyesel kenapa nunda-nunda baca buku ini. Huh, jadi ngelantur gini ya gue.
Notasi
menceritakan tentang Nalia, seorang mahasiswi kedokteran gigi di
Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menjadi panitia untuk acara BEM di
kampusnya. Untuk mempublikasikan acaranya tersebut, ia berniat untuk meminta
bantuan dari radio Jawara FM, radio milik Fakultas Teknik Elektro. Di
sanalah ia bertemu seorang lelaki yang tenang, pendiam, dan pintar bernamaNino.
Tugu Teknik UGM
source : here
Tidak
mudah untuk bekerja sama dengan radio teknik tersebut karena kedua fakultas
tersebut bermusuhan (anak-anak teknik berpendapat bahwa anak-anak kedokteran
adalah anak-anak yang kaya). Nalia pun merasa sebal dengan mereka semua,
kecuali dengan Nino.
Singkat
cerita, mereka berdua makin hari makin dekat. Dari pertemuan mereka pertama,
saat Nalia mengira ada hantu yang ternyata adalah seekor kuda (makanya covernya
terdapat gambar kuda), sama-sama menyaksikan pelangi di langit utara Pogung,
dan puncaknya saat adanya penyerangan dari pihak militer dalam acara yang
diketuai Nalia karena adanya salah satu karya tulis yang mengkritik presiden
(di zaman itu orang ga boleh mengkritik presiden ceritanya).
Keadaan
di dalam negara pun makin memanas. Pemberontakan dan demonstrasi terjadi
dimana-mana. Hingga saat mereka semua berdemonstrasi, Nalia harus dihadapkan
dengan kenyataan ketika Nino menghilang dan hanya digantikan dengan surat-surat
Nino yang berisi janji-janjinya bahwa suatu hari ia akan kembali.
Saat
kerusuhan '98 itu umur gue baru 10 bulan. Apa yang bisa diinget anak 10 bulan
coba? Tapi gini-gini gue adalah seorang yang cukup menggilai cerita berbau
kerusuhan '98 ini. Jadi pas tau ini novel mengandung kerusuhan '98 gue jadi
suka banget!
Bicara
soal ending, hmmmm... (no spoiler, 'kay). Mungkin banyak yang ga suka
sama karakter Nalia di sini (they are #TeamVe), tapi menurut gue,
karakter Nalia biasa-biasa aja tuh dan gue sangat-sangat berharap Nalia akan
beneran jadi dengan Nino. Tapi di sisi lain, gue kasian sama Ve, yang kesannya
terjebak friendzone (#TeamVe kalian sama kan kayak dia,
terjebakfriendzone? Yakaaaaannn? Ngaku ajaaaa ;)) *ditoyor*).
source : here
Ve
di sini digambarkan sosok yang agak tomboy (karena kesehariannya bergaul dengan
Nino dan 'preman teknik' kali ya), tapi agak kasian saat dia yang disuruh
nganterin Nalia sampe ke rumahnya cuma gara-gara dia itu anaknya cukup tomboy
dan pemberani. Padahal ada anak laki-laki, kenapa harus Ve yang nganter? Gimana
kalo ada apa-apa? HAAAAAHH? Walaupun dia tomboy bukan jadi jaminan dia bisa
menang kalo ngadepin preman dong! <- ini permisalan doang. Di part inilah
gue agak simpatik sama Ve. Ve bener-bener cinta sama Nino dan gue mencoba
memposisikan diri gue sabagai Ve, yah kasian juga si Ve ini.
Sedikit
catatan untuk para editor dan proofreader (ya siapa tau kalian nemu blog gue
dan kalian ingin baca review gue yang-sebenernya-ga-penting-penting-amat),
tolong untuk cetakan selanjutnya, typo lebih diperhatikan lagi. Kasian kan
pembaca jadi illfeel sama buku ini padahal ceritanya bagus banget :'))
Pfftt,
sebenernya gue pengen nulis banyak (di otak tadi udah ada rancangannya), TAPI
KENAPA PAS NULIS GUE LUPA SEMUAAA???! Okelah, sampai di sini dulu reviewnya.
Entah kapan, tapi gue akan sambung postingan ini dengan dream cast yang
ada di otak gue.
Papaaaaaaiiiyyyy!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar