Rabu, 11 Desember 2013

[Book Review] Melbourne: Rewind by Winna Efendi

Judul              : Melbourne: Rewind
Penulis            : Winna Efendi
Penerbit          : GagasMedia
Tahun Terbit : 2013
Tebal Buku    : 328 halaman

Rating             : 5 of 5 stars


Max dan Laura, kembali bertemu setelah beberapa tahun lamanya berpisah dengan menyandang gelar mantan kekasih. Mereka pernah saling jatuh cinta. Lelaki pengagum cahaya serta gadis pecinta musik aneh.
Suara Laura yang Max dengar melalui siaran radio tengah malam itulah, yang akhirnya kembali memertemukan mereka berdua. Seolah meng-klik tombol Rewind kasat mata yang kembali mengulang kebersamaan mereka. Namun untuk kali ini, tanpa embel-embel cinta.
“Dia berdiri di hadapanku, masih dengan lekuk senyum yang sama, tatapan mata berbinar yang sama, cara berdiri yang sama—kedua tangan dalam saku, dengan bahu sedikit membungkuk.” (Laura)
“Sekarang, dia ada di sini, di hadapan gue, tersenyum dan berbicara mengenai apa saja, seperti malam-malam kami di Prudence, enam tahun yang lalu.” (Max)
Keduanya secara alami terus kembali berhubungan setelah malam itu. Menyamankan diri sebagai sepasang sahabat—tak lebih. Saling berbagi seperti Max dan Laura enam tahun silam.
Seluruhnya hampir terus berjalan dengan baik sampai akhirnya Max menyadari bahwa perasaan yang ia miliki pada Laura saat itu ternyata masih sama seperti beberapa tahun silam. Ia tetap mencintai Laura. Namun, Max terus bertahan dengan kedekatan mereka tanpa ia harus mengatakan perasaan tersebut pada Laura.
Lalu, Evan hadir. Lelaki ramah yang merupakan kekasih dari Cee—sahabat Laura. Max menyadari sebuah ketertarikan tak terlihat di mata Laura pada lelaki itu, walau Laura berusaha menyembunyikannya dan terus menyimpannya rapat-rapat. Perasaan Max pun tak dapat dibendung lagi, saat akhirnya ia mengutarakan tentang perasaannya yang masih ‘bertahan’ pada Laura.
I love you, Laura. Damn it, I love you even now. But you’re making things difficult for me to love you properly.” (Max)
“Hubungan kami berbeda, ekspetasi kami berbeda, hidup kami berbeda. Gue nggak ngerti apa yang dia harapkan dari gue, Cee. And it’s hard to say friends that way.” (Laura)
Dan di sinilah akhirnya mereka, terjebak pada sebuah perasaan absurd tak berujung. Saat mereka tak dapat kembali ke masa lalu, hanya untuk merubah sebuah analogi yang tak diinginkan.


It’s a coolest novel I’ve ever read.
Novel ini merupakan seri proyek STPC yang dibuat oleh GagasMedia. Dan, kali ini, Melbourne sebagai latar tempatnya.
Aku selalu suka dengan cara Kak Winna menuliskan cerita-ceritanya. Bagaimana diksi sederhana dapat menjadi satuan kalimat yang indah dan membekas. Bagaimana sebuah cerita sederhana, dapat menjadi sebuah cerita yang kuanggap excited.
Seperti kata Laura dalam ceritanya; “Kami bertemu, kami saling jatuh cinta, kami berpacaran, kami putus, kami move on. Sesederhana itu.”
Dan cerita ini memang as simple as that.
Namun, Kak Winna mampu membawa para pembacanya merasakan segala kesederhanaan itu menjadi sebuah cerita yang indah untuk dibaca. Aku bahkan tidak segan-segan memberikan Melbourne bintang lima. It’s so cool. Aku suka Max dan Laura. Suka segala obsesi Max pada cahaya, juga obsesi Laura pada lagu-lagu anehnya.
Setiap bab di novel ini menyerupai judul lagu. Kak Winna juga menyertakan daftar playlist keenambelas lagu-lagu itu (yang akhirnya ku download dan sekarang menjadi playlist favoritku). So, kita dapat membaca setiap bab dalam novel ini diiringi lagu-lagu tersebut.
Pokoknya, ini novel sederhana yang keren. So damn cool! Dan, aku tidak akan protes soal ending-nya ;p
I’ll always waiting for Kak Winna’s next project!


Sign,
Hidya Nuralfi Mentari 
@hidyanuralfi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar